Saturday, October 9, 2010

Puisi Hujan Romantis

Puisi Hujan milik Sapardi Djoko Damono ini memang sangat romantis. Salah satunya puisi yang bertajuk "Aku ingin" yang saya ambil dari kumpulan puisi Hujan Bulan Juni. Banyak orang salah menduga bahwa puisi ini adalah Puisi Kahlil Gibran. Mungkin karena ini merupakan puisi romantis dimana Kahlil Gibran identik dengan puisi-puisi seperti itu.



Aku Ingin



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada



Sihir Hujan



Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan

….swaranya bisa dibeda-bedakan;

kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.

Meskipun sudah kau matikan lampu.



Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan

…. menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan



Perahu Kertas,

Kumpulan Sajak,

1982.





Tajam hujanmu



ini sudah terlanjur mencintaimu:

payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,

air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,

aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,

arloji yang buram berair kacanya,

dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan

deras dinginmu

sembilu hujanmu



Perahu Kertas,

Kumpulan Sajak,

1982.



Hujan bulan Juni



tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu



tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu



tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu



Di Beranda Waktu Hujan



Kausebut kenanganmu nyanyian (dan bukan matahari

yang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkan

warna-warni bunga yang dirangkaikan) yang menghapus

jejak-jejak kaki, yang senantiasa berulang

dalam hujan. Kau di beranda,

sendiri, “Ke mana pula burung-burung itu (yang bahkan

tak pernah kaulihat, yang menjelma semacam nyanyian,

semacam keheningan) terbang; ke mana pula siut daun

yang berayun jatuh dalam setiap impian?”



(Dan bukan kemarau yang membersihkan langit,

yang pelahan mengendap di udara) kausebut cintamu

penghujan panjang, yang tak habis-habisnya

membersihkan debu, yang bernyanyi di halaman.

Di beranda kau duduk,

sendiri, “Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu,

menghindar dari pandangku; di mana pula

(ah, tidak!) rinduku yang dahulu?”



Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengar

kepada hujan, sendiri,

“Di manakah sorgaku itu: nyanyian

yang pernah mereka ajarkan padaku dahulu,

kata demi kata yang pernah kuhafal

bahkan dalam igauanku?” Dan kausebut

hidupmu sore hari (dan bukan siang

yang bernafas dengan sengit

yang tiba-tiba mengeras di bawah matahari) yang basah,

yang meleleh dalam senandung hujan,

yang larut.

Amin.



(1970)



Hujan Dalam Komposisi 2



Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara

tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam dingin;

kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi; dan

menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun,

melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah,

dan kembali ke bumi.



Apakah yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang

panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan

kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus

mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini,

bercakap tentang lautan.



Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan.

Selamat tidur.



(1969)



Puisi hujan milik Sapardi Djoko Damono ini sangat romantis dan dalam bukan???

No comments:

Post a Comment

Grab this Widget ~ Blogger Accessories
free counters
 
bottom